Marx (dalam Monks, F.J., Knoers, A.M.P., dan Haditono, S.R, 1999) membedakan adanya tiga macam teori. Ketiga teori tersebut berhubungan dengan data empiris. Teori-teori dapat dibedakan antara:
1. Teori yang deduktif, yaitu memberikan keterangn yang dimulai dari suatu perkiraan atau piiran spekulatif tertentu ke arah data yang akan diterangkan.
2. Teori yang induktif, yaitu cara menerangkan adalah dari data ke arah teori. Dalam bentuk ekstrim titik pandang yang positivistis ini dijumpai pada kaum behavioristik
3. Teori yang fungsional, di sini Nampak suatu interaksi pengaruh antara data dan perkiraan teoretis, yaitu data mempengaruhi pembentukan teori dan pembentukan teori kembali mempengaruhi data.
Berdasarkan tiga pembagian ini dapat disimpulkan bahwa teori dapat dipandang sebagai berikut:
Teori menunjuk pada sekelompok hokum yang tersusun secara logis. Hukum-hukum ini biasanya mempunyai sifat hubungan yang deduktif. Suatu hukum menunjukkan suatu hubungan antara variable-variabel empiris yang bersifat ajeg dan dapat diramal sebelumnya.
Suatu teori juga dapat merupakan suatu rangkuman tertulis mengenai suatu kelompok hokum yang diperoleh secara empiris dalam suatu bidang tertentu. Di sini orang mulai dari data yan diperoleh dan dari data yang diperoleh itu dating pada suatu konsep yang teoritis.
Suatu teori juga dapat menunjuk pada suatu cara menerangkan yang menggeneralisasi. Di sini biasanya terdapat hubungan yang fungsional antara data dan pendapat teoritis.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa suatu teori adalah suatu konseptualisasi yang umum. Konseptualisasi atau sistem pengertian ini diperoleh melalui jalan yang sistematis. Suatu teori harus dapat diuji kebenarannya, bila tidak dia bukan suatu teori.
Menurut Buhler (dalam Monks, F.J., Knoers, A.M.P., dan Haditono, S.R, 1999) ada lima tingkat perkembangan psikis seseorang, yaitu:
Permulaan ( memasuki dunia: sampai + 25 tahun
Penanjakan ( memasuki dunia: sampai + 25 tahun
Puncak masa hidup ( 25 – 50 tahun
Penurunan ( menarik diri dari kehidupan: sesudah 50 tahun
Akhir kehidupan ( menarik diri dari kehidupan: sesudah 50 tahun
Menurut Buhler, maka dalam perkembangan fisik ada empat titik balik yang menentukan:
Permulaan kemasakan seksual: pada anak laki-laki + 15 tahun, pada anak wanita + 13 tahun
Penghentian pertumbuhan jasmani: wanita + 18 tahun, laki-laki + 25 tahun
Akhir masa subur: wanita + 40 - 46 tahun, laki-laki: masih tanda tanya
Permulaan kemunduran biologis: + 50 tahun
Kriteria kehidupan manusia menurut Buhler berlangsung sampai tahun ke-25, sesudah itu datang masa yang relatif stabil, yaitu puncak masa hidup dan akhirnya datang masa kemunduran biologis. Meskipun kemunduran biologis merupakan suatu fakta yang nyata, tetapi masih belum dapat ditentukan apakah juga ada suatu kemunduran dalam fungsi psikis.
Monks, F.J., Knoers, A.M.P., dan Haditono, S.R (1999) mengelompokkan teori-teori perkembangan sebagai berikut
Teori yang berorientasi biologis
Istilah perkembangan adalah sinonim istilah “evolusi”. Kelompok teori yang paling tua ini, berdasarkan analogi dengan teori evolusi, diterapkan pada perkembangan manusia. Teori ini menitik beratkan pada apa yang disebut bakat, jadi faktor keturunan dan konstitusi yang dibawa sejak lahir. Perkembangan anak dilihat sebagai pertumbuhan dan pemasakan organisme. Perkembangan bersifat endogen, artinya perkembangan tidak hanya berlangsung spontan saja, melainkan telah ditentukan secara biologis dan tidak dapat berubah lagi. Pengaruh lingkungan hanya sekedar menyediakan kesempatan yang baik saja, misalnya penerangan, suhu, pemupukan, dan pengairan yang menguntungkan.
Teori lingkungan
Dalam kelompok teori lingkungan (atau teori milieu) termasuk teori belajar dan teori sosialisasi yang bersifat sosiologis. Kedua macam teori itu sebetulnya sama karena prinsip sosialisasi itu merupakan suatu bentuk belajar sosial. Hal ini juga berlaku bagi enkulturasi, yaitu memperolehnya tingkah laku kebudayaan sendiri, yang banyak ditulis oleh ahli antropologi budaya.
Teori-teori belajar mempunyai sifat yang berlainan. Persamaan yang ada diantara berbagai teori belajar itu ialah bahwa mereka semua memandang belajar sebagai suatu bentuk perubahan dalam disposisi seseorang yang bersifat relatif tetap, sedangkan perubahan tersebut tidak disebabkan oleh pertumbuhan. Menurut teori inimaka perkembangan adalah bertambahnya potensi untuk beringkah laku. Berjalan, bergaul, berpikir logis harus dipelajari. Belajar berjalan adalah cara belajar sensori-motorik, belajar bergaul termasuk belajar social, dan belajar berpikir logis adalah belajar kognitif. Seseorang yang telah menguasai pelajaran ketiga hal ini dan tingkah laku yang lain, dipandang sebagai “orang yang telah berkembang”.
Teori psikodinamika
Teori ini memiliki kesamaan dengan teori belajar dalam hal pandangan akan pentingnya pengaruh lingkungan, termasuk lingkungan primer, terhadap perkembangan. Perbedaannya ialah bahwa teori psikodinamika memandang komponen yang bersifat sosio-afektif sangat fundamental dalam kepribadian dan perkembangan seseorang. Menurut teori ini, maka komponen yang bersifat sosio-afektif, yatu ketegangan yang ada dalam diri seseorang, sebagai penentu dinamikanya.
Menurut Freud (psikoanalis) mengatakan bahwa seorang anak dilahirkan dengan dua macam kekuatan (energy) biologis, yaitu libido dan nafsu mati. Kekuatan atau energi ini “menguasai” semua orang atau semua benda yang berarti bagi anak, melalui proses yang oleh Freud disebut kathexis. Kathexis berarti konsentrasi energi psikis terhadap suatu objek atau suatu ide yang spesifik atau suatu ide yang spesifik, atau terhadap suatu person yang spesifik.
Suatu anak pada waktu dilahirkan adalah apa yang disebut “Das Es”. “Das Es” ini mendorong anak untuk memuaskan nafsu - nafsunya (prinsip kenikmatan. Tetapi di dalam perkembangannya anak tertumbuk pada realita sekitarnya sehingga terpaksa harus mengadakan suatu kompromi (prinsip realitas). Dari kenyataan ini timbullah di dalam struktur “Das Es” suatu komponen lain, yaitu “Das Ich” (aku) yang berfungsi sebagai penentu diri, baik terhadap dunia luar maupun terhadap “Das Es”. Dengan demikian pemuasan nafsu ditunda hingga saat-saat yang sesuai dengan realitas. Kadang-kadang pemuasan nafsu tersebut diubah bentuknya hingga dapat diterima oleh norma realitas.
Pengaruh lingkungan, sosial pada masa kanak-kanak, yaitu pengaruh orang tua mempengaruhi terbentuknya “Das Ueber-ich” di dalam “das Ich” seseorang. “Ueber-ich” tadi mengatur tingkah laku “Ich” dan mengatur tuntutan yang dating dari “Es”. Kalau “Ich” tidak berhasil untuk mengkompromikan tuntutan “Es” dan tuntutan “Ueber-ich”, maka nafsu-nafsu yang berasal dari “Es” ditekan secara tidak sadar. Hal ini berarti bahwa nafsu-nafsu tadi tidak manifest, tetapi pengaruhnya masih ada secara laten. Seseorang lalu dapat melakukan hal-hal tertentu yang tidak diketahui sendiri alasannya.
Dalam teori ini, libido yang disebut juga seksualitas sudah berfungsi sejak anak dilahirkan. Kehidupan seksual mempunyai fungsi member kenikmatan pada bagian-bagian badan tertentu; baru kemudian sesudah mencapai tingkatan tertentu dalam perkembangan, maka seksualitas dimaksudkan untuk kepentingan reproduksi (pengembang-biakan). Dalam proses perkembangan ada tiga daerah badan tertentu yang dapat emmberikan kenikmatan (daerah erogen), yaitu mulut, anus, dan organ-organ genital.
Teori ilmu kerokhanian
Tokoh dalam teori ini adalah Eduard Spranger (1882-1962). Pandangannya menitik beratkan pada kekhususan psikis individu. Dia mengemukakan bahwa gejala psikis seseorang sulit diterangkan seperti halnya menerangkan gejala fisik. Mungkin hal itu dapat dilakukan terhadap gejala fisiologis yang timbul misalnya pada permulaan pemasakan seksual (masa pubertas).
Suatu gejala, dalam teori ilmu kerokhanian dapat dimengerti dari keseluruhan strukturnya. Dalam pemasakan seksual, dipandang sebagai gejala fisiologis, tetapi remaja memberikan arti dalam keseluruhan psikologisnya. Dalam hal itu sikap dapat merasakan dan simpati terhadap person pasangannya memegang peranan yang penting. Penundaan pemuasan seks hingga sesudah masa remaja, menurut Spranger adalah suatu hal yang berarti, karena baru pada usia dewasa “Sexos” (nafsu seks) dan “eros” (rasa kasih yang mempunyai hakekat etis) dapat bersatu.
Pengintegrasian Sexos dan Eros serta berbagai nilai hidup dalam suatu system nilai pribadi bersamaan dengan penemuan diri dan pembentukan suatu rencana hidup yang pribadi adalah inti dari perkembangan seseorang.
Teori Interaksionisme
William Stern adalah pelopor teori konvergensi, yaitu yang beranggapan bahwa setiap tingkah laku merupakan hasil pertemuan (konvergensi) antara faktor pribadi dan faktor lingkungan.
Vygotsky mengatakan bahwa perkembangan kognitif bukan merupakan perkembangan yang “wajar”, emlainkan ditentukan oleh kebudayaan. Oleh karena itu pengajaran tidak perlu menyesuaikan diri secara mentah-mentah dengan stadium perkembangan anak seperti pendapat Piaget, melainkan dapat menstimulasi anak dengan memberikan masalah-masalah yang terarah, yang setingkat lebih sukar daripada yang dapat diatasi oleh anak sendiri. Hal ini disebut dengan “pengajaran yang membangun”
Istilah interaksionisme menunjuk pada pengertian interaksi, yaitu pengaruh timbale balik. Hal ini dimaksudkan bahwa tidak hanya pengaruh mempengaruhi antara bakat (pembawaaan dan konstitusi) dan milieu, antara pemasakan dan belajar, melainkan juga interaksi antara pribadi dan dunia luar. Interaksi tadi mengandung arti bahwa orang dengan mengadakan reaksi dan aksi ikut memberikan bentuk pada dunia luar (keluarga, teman, tetangga, kelas social, kelompok kerja, bangsa). Sebaliknya orangnya sendiri juga mendapatkan pengaruh itu begitu kuat hingga membahayakan pribadinya.
Teori perkembangan dan pendidikan: teori mengenai tugas-tugas perkembangan
Havigurst (dalam Agustiani, 2006) berpendapat bahwa suatu proses kehidupan dilihat mulai seorang individu lahir sampai meninggal dunia. Individu bekerja dengan caranya dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya dengan memecahkan berbagai macam permasalahan yang ditemui di setiap tahapnya. Havigurst membedakan antara dua kategori umum dari tugas-tugas perkembangan, yaitu:
Tugas-tugas yang muncul hanya pada suatu waktu tertentu dan harus dipenuhi pada waktu itu. Contoh: belajar berjalan dan berbicara
Tigas-tugas yang bersifat sinambung, yaitu yang dijalani individu selama beberapa tahun dan bersifat jangka panjang. Contoh: belajar berpartisipasi sebagai warga Negara yang bertanggung jawab.
Tugas-tugas ini mempunyai sub-sub tahap yang harus dipenuhi pada waktu-waktu tertentu dalam perkembangan manusia. Menurut Havigurst, merupakan hal yang penting bila anak dapat mengikuti dan berhasil dalam sebagian besar tugas-tugas pada waktu yang telah ditentukan.
Havigurst mengemukakan suatu skema yang bersifat bio-sosio-psikologis, yaitu:
“Apabila tugas itu tidak dicapai pada waktunya, hal itu berarti tidak berhasil dengan baik, dan kegagalan dalam suatu tugas akan mengakibatkan kegagalan yang bersifat sebagian ataupun seluruhnya dalam pencapaian tugas-tugas lain yang dihadapinya”
Pada dasarnya tugas-tugas perkembangan setiap tahap bersumber pada tiga hal, yakni:
Fungsi dan struktur biologis dari individu (dasar-dasar biologis), misalnya belajar mengontrol pembuangan, belajar menerima perubahan seks yang bersifat fisik pada remaja, belajar untuk bertingkah laku yang sesuai terhadap lawan jenis.
Rangsangan atau tuntutan dari masyarakat, tugas-tugas yang timbul terutama dari tekanan-tekanan masyarakat misalnya: belajar membaca dan menulis, belajar menghargai milik orang lain, belajar menerima tanggung jawab dalam mengerjakan bagian seseorang dalam kegiatan kelompok.
Nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi pribadi dari individu. Contoh: tugas tugas yang muncul pada masa remaja akhir, terutama bersumber dari nilai dan motif dari individu misalnya dalam hal memilih pekerjaan, membentuk keyakinan beragam dan lain-lain.
Havigurst membagi rentang kehidupan menjadi 6 tahap beserta tugas-tugas perkembangannya, yaitu:
Tahapan infancy dan early childhood
Belajar berjalan, belajar makan-makanan padat, belajar berhahasa.
Kontrol badan.
Stabilitas fisiologik.
Belajar perbedaan dan aturan-aturan jenis kelamin, kontak perasaan dengan orang tua, keluarga, dan orang-orang lain.
Pembentukan pengertian sederhana; realita fisik, realita sosial.
Belajar apa yang benar dan apa yang salah, perkembangan kata hati.
Middle childhood (usia 6 sampai dengan 12 tahun)
Ketangkasan fisik.
Sikap sehat terhadap diri sendiri sebagai organisme yang tumbuh.
Belajar peranan jenis kelamin, kontak-kontak dengan teman-teman sebaya, belajar sikap terhadap kelompok dan lembaga-lembaga.
Belajar membaca, menulis, berhitung, belajar pengertian-pengertian kehidupan sehari-hari.
Perkembangan moralitas dan skala nilai-nilai.
Adolescence (usia 13 sampai dengan 17 tahun)
Menerima keadaan jasmaniah.
Menerima peran jenis, persiapan menikah dan mempunyai keluarga, belajar lepas dari orang tua secara emosional, belajar bergaul dengan kelompok anak wanita/laki-laki.
Belajar tanggung jawab sebagai warga negara, menginginkan dan mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab sosial.
Perkembangan skala nilai secara sadar, perkembangan gambaran dunia yang adekuat.
Persiapan mandiri secara ekonomis, pemilihan dan latihan jabatan.
Early adulthood (usia 18 sampai dengan 30 tahun)
Memilih jodoh, belajar hidup dengan suami/istri, mulai membentuk keluarga, mengasuh anak, mengatur rumah tangga, menemukan kelompok sosial.
Menerima tanggung jawab warga negara.
Mulai bekerja.
Middle age (usia 31 sampai dengan 54 tahun)
Menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan fisik dan fisiologik.
Pasangan dipandang sebagai person, menolong anak-anak muda menjadi dewasa.
Mencapai tanggung jawab sosial dan warga negara secara penuh.
Mencapai dan mempertahankan standar hidup ekonomis.
Merealisasikan kesantaian secara dewasa.
Later maturity (usia 55 ke atas)
Penyesuaian terhadap kekuatan fisik yang menurun.
Menyesuaikan diri dengan kematian teman hidup, menemukan relasi dengan kelompok sebaya.
Memenuhi kewajiban-kewajiban soaial dan warga negara.
Penyesuaian dengan gaji yang berkurang dan keadaan pensiun.
Merealisasi keadaan hidup fisik yang sesuai.